Jumat, 12 April 2013

tulisan3 bln2 smt4

Berawal dari kejadian 4 tahun lalu tepatnya pada tanggal 16 Juli 2007. Merupakan hari pertamaku memasuki dunia sekolah tingkat akhir yaitu SMK. Tidak ada yg berbeda, karna aku diusiaku yg baru menginjak 14 tahun itu aku belum pernah berfikir untuk pacaran seperti teman-temanku semasa itu. Yg ku tahu hanya berteman, berteman dan berteman. Hingga akhirnya aku lulus di tahun 2010 kemudian bekerja di salah satu perusahaan nasional sebagai staff dan aku menemukan seseorang yg menurutku sangat spesial dimataku. 


Perkenalkan namaku Ditha dan Dikha (seorang pria yg kuanggap spesial dimataku). Kami berteman cukup lama, aku sangat mengenal pribadinya dan bagiku ia seperti pria yg aku idam-idamkan. Sampai pada suatu ketika Dikha harus pergi meninggalkan ku dikarenakan permintaan dari orangtuanya di Jogja. Sejauh ini hubungan kami sudah berjalan 1 (satu) setengah tahun dan hubungan kami masih bisa dibilang baik-baik saja. Aku bahkan sudah mengenal baik dengan keluarganya, begitupun sebaliknya. Walaupun kami memiliki hubungan yg sangat baik tapi kami belum memikirkan untuk melanjutkan hubungan kami ke jenjang yg lebih serius. Dikarenakan perbedaan usia kami yg cukup jauh yaitu 5 tahun dan aku harus melanjutkan study ku di salah satu universitas ternama di kotaku. 


Sampai pada suatu hari (aku masih ingat tanggalnya) 27 November 2010, handphone ku berbunyi. Sebuah pesan ku trima ternyata dari temannya Dikha, sebut saja namanya Jane. Aku mengenal Jane, karna Jane adalah anak dari teman ibunya semasa kecil yg sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh keluarga Dikha. Awalnya Jane hanya menanyakan kabarku, bagaimana hubunganku dengan Dikha, karna memang sudah 6-7 bulan ini aku belum sempat berkunjung ke Jogja. Sama skali aku tidak pernah menaruh curiga terhadap hubungan mereka, karna menurutku hubungan mereka hanya sebatas teman saja terlebih lagi dengan sikap Dikha yg sangat baik pada siapa saja itu yg membuatku tidak pernah menaruh curiga terhadap siapapun. 


Sampai pada satu telfon yg tidak pernah kuduga sebelumnya, Jane berkata bahwa ia menyayangi Dikha sama seperti aku menyayangi Dikha. Dan yg lebih mengagetkannya lagi Jane mengaku sudah menjalin hubungan dengan Dikha dari 8 bulan lalu. Seketika itu pula aku tidak mampu berkata-kata, kumatikan paggilannya beserta handphoneku, dan aku langsung pergi dari kampus dengan alasan ada urusan mendadak. Dirumah pun aku tidak dapat bercerita pada keluargaku karna aku takut akan ada perselisihan nantinya. Memang sudah sekitar 1 minggu handphone Dikha tidak aktif dan tidak ada 1 pun pesan yg kuterima darinya, tapi ini benar-benar diluar dugaan ku! Sesekali ku aktifkan handphone ku hanya untuk mengecek, ternyata benar saja banyak sekali pesan-pesan dari Jane dan Dikha yg berisikan permintaan maaf. Namun tidak 1 pun dari pesan tersebut yg kubalas karna ku fikir aku masih butuh waktu untuk menyendiri dan menjernihkan fikiran ku agar tidak salah bertindak nantinya. 


Tepat sebulan dari kejadian itu aku masih tak banyak berkata-kata, bahkan handphone pun ku ganti sim card-nya. Hingga sampai saat studyku libur dan aku berniat untuk pergi ke Jogja untuk meminta kejelasan dari apa yg Jane nyatakan padaku bulan kemarin. Setibanya aku di kota pendidikan tersebut aku langsung menuju kerumah Dikha tanpa memberitahu Dikha terlebih dahulu atas kedatanganku ke Jogja. Ketika aku sampai dirumahnya, orangtua Dikha menyambutku dengan ramah seperti biasa dan merekapun mengaku tahu masalah yg sedang kami hadapi saat ini. Tapi sejak 2 minggu ini Dikha memutuskan untuk menyewa sebuah rumah didaerah Sleman dan setelah diberikan alamatnya akupun langsung pergi kesana. 


Di depan pintu rumah yg ia sewa saat hendak mengetuk pintu aku tidak sengaja mendengar suara Dikha dan Jane yg sedang bertengkar, jelas sekali terdengar bahwa Dikha sangat marah pada Jane dan memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jane dan kembali padaku. Dan yg paling membuatku kaget adalah pernyataan Jane yg mengaku bahwa telah hamil dengan Dhika! Saat itu juga aku meteskan airmata dan mengurungkan niatku untuk menemui Dikha. Ternyata suara tangisanku terdengar oleh Jane dan Dikha dari dalam ruangan. Aku yg hendak langsung pergi meninggalkan tempat itu ternyata gagal, karna tiba-tiba Dikha berlari keluar rumah, menarik tanganku dan memeluk tubuhku. Aku lemah saat itu, tak mampu lagi berkata-kata lagi, bagaikan tersambar petir disiang bolong, yg aku tahu saat itu aku sudah melakukan hal yg salah. 


Kemudian Dhika bertanya padaku apakah aku telah mendengar apa yg baru saja diucapkan oleh mereka, masih dalam pelukan Dikha sambil menangis ku anggukkan kecil kepalaku. Dikha mengaku menyesal dan Jane kembali meminta maaf padaku. Saat itu ku lihat tatapan Jane yg sudah menyerah pada kekuatan cinta kami dan hendak mengugurkan kandungan yg ada di rahimnya. Gila! pikirku saat itu. Dengan menghapus tiap tetesan di mata dan pipiku, ku lepas pelukan Dikha dariku, kemudian sambil menatap kearah Jane ku lihat Dikha sedikit kebingungan dengan pernyataan Jane barusan yg hendak mengugurkan kandungannya. 


Ku genggam tangan Dikha, Ku anggukkan lagi kepalaku untuk memberi isyarat bahwa "Dikha kamu boleh pergi..". Dengan wajah menyesal Dikha mengerti maksudku dan dengan wajah cerah Jane melangkah maju kearah Dikha perlahan menarik tangan Dikha untuk pergi melangkah meninggalkanku. Dengan berat hati pula perlahan-lahan Dikha melepaskan genggaman tangannya dari tanganku, sekejap hilang semua perasaan indah yg kurasakan saat aku masih menggenggam tangannya. 


Keesokkan harinya aku kembali ke Jakarta, sedikit aneh memang sikapku tak seperti biasanya. Hingga orangtuaku menyadari ada yg "salah" dalam diriku. Semenjak kepergianku dari Jogja. Kukatakan pada mereka bahwa aku tidak dapat lagi bersama dengan Dikha karena aku tak mencintainya lagi, mereka pun mengerti dan berharap secepatnya aku dapat melupakan Dikha. 


Seminggu, sebulan, 2 bulan aku tidak pernah tahu kabar tentang mereka lagi. Aku menjalani rutinitasku seperti biasa, hingga pada suatu hari handphoneku berbunyi, kulihat ada panggilan masuk dari nomor yg tidak ku kenal. Kuangkat karna ku fikir mungkin nomor baru teman kerjaku, tapi yg kudengar adalah suara Dikha. Ia mengundangku ke pesta pernikahannya dengan Jane yg akan diselenggarakan hari minggu nanti di kediaman Jane. Aku yg lagi-lagi dibuat terkejut menjadi bingung hendak berkata apa, lalu ku putuskan untuk datang ke pesta pernikahannya nanti. Dengan nada gembira Dikha berkata terimakasih. 


Akhirnya sampai pada hari dimana undangan yg sebenarnya malas aku datangi itu tiba. Ya, pesta pernikahan mereka. Sebenarnya aku sangat sedih, tapi inilah kenyataan dan harus aku terima! Dengan berpura-pura bahagia aku datang ke pesta itu, mengucapkan selamat kepada mereka dan tak lupa pula mendoakan mereka. Orangtua Dikha pun meminta maaf padaku yg sedalam-dalamnya karna tindakan bodoh anaknya itu, dengan senyum aku berkata “tak apa yg penting skarang mereka sudah bahagia”. Dan semenjak pernikahan mereka aku menjalani kehidupanku dengan sedikit berbeda, ya karna pekerjaan baruku tentunya. Aku memenangkan tender ratusan juta dan itu membuat cerah karirku. 


Itu juga membuatku mendapatkan fasilitas-fasilitas lebih dari perusahaan hingga aku kembali dikuliahkan oleh perusahaan di Ausi, disana aku bertemu seorang pria yg juga berkebangsaan Indonesia, sebut saja namanya Deris. Kami menjalin hubungan yg cukup dekat waktu itu dan akhirnya kami pun berpacaran. Hingga tak berapa lama ia melamarku dan kami menikah di Indonesia. Kami bahkan sekarang telah memiliki 2 anak yg kuberi nama Dikha Alfiansyah Pratama dan Jane Silviani. Hidup kami sangat bahagia, aku sangat mencintai keluargaku, begitu pula Deris. Bagiku Deris adalah seorang suami serta ayah yg baik dalam keluarga kecil kami.


Aku juga belajar 1 hal dari kejadian ini, bahwa bukan hanya cinta tak harus memiliki, tapi menurutku walaupun sekarang aku menikah dan hidup bahagia bersama Deris tapi Dikha lah cinta sejatiku.. 


~ END ~