Kamis, 28 Maret 2013

tulisan2 bln1 SMT4


Karena saya punya darah jawa makanya saya ingin membuat tulisan tentang wayang. Sebelum kebudayaan Hindu memasuki wilayah nusantara, khususnya pulau Jawa, kesenian wayang sudah ada (dalam bentuknya yang asli).
Kemudian kesenian wayang mulai berkembang saat masa Hindu Jawa. Masa Hindu Jawa adalah masa transisi masyarakat Jawa ketika itu masih belum melepaskan sepenuhnya tradisi animisme dan dinamisme.

Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri.

Sekitar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.

Masa berikutnya yaitu pada jaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan dipegang oleh puteranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri Suryawisesa. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang Purwa. Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah. Sementara itu diciptakan pula pakem ceritera wayang Purwa. Setiap ada upacara penting di istana diselenggarakan pagelaran Wayang Purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak sebagal dalangnya.

Para sanak keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang Purwa sudah diiringi dengan gamelan laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh puteranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula menyempurnakan Wayang. Gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar. Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di lingkungan kraton diselenggarakan pagelaran wayang.




Pada jaman Majapahit usaha melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambahi bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu. Wayang berbentuk gulungan tersebut, bilamana akan dimainkan maka gulungan harus dibeber. Oleh karena itu wayang jenis ini biasa disebut wayang Beber. Semenjak terciptanya wayang Beber tersebut terlihat pula bahwa lingkup kesenian wayang tidak semata-mata merupakan kesenian Kraton, tetapi malah meluas ke lingkungan diluar istana walaupun sifatnya masih sangat terbatas. Sejak itu masyarakat di luar lingkungan kraton sempat pula ikut menikmati keindahannya. Bilamana pagelaran dilakukan di dalam istana diiringi dengan gamelan laras slendro. Tetapi bilamana pagelaran dilakukan di luar istana, maka iringannya hanya berupa Rebab dan lakonnya pun terbatas pada lakon Murwakala, yaitu lakon khusus untuk upacara ruwatan. Kisah-kisah yang dipagelarkan umumnya merupakan lakon dalam Mahabharata dan Ramayana atau kisah seputar kerajaan Jenggala.

Pada masa pemerintahan Raja Brawijaya terakhir, kebetulan sekali dikaruniai seorang putera yang mempunyai keahlian melukis, yaitu Raden Sungging Prabangkara. Bakat puteranya ini dimanfaatkan oleh Raja Brawijaya untuk menyempurkan wujud wayang Beber dengan cat. Pewarnaan dari wayang tersebut disesuaikan dengan wujud serta martabat dari tokoh itu, yaitu misalnya Raja, Kesatria, Pendeta, Dewa, Punakawan dan lain sebagainya. Dengan demikian pada masa akhir Kerajaan Majapahit, keadaan wayang Beber semakin semarak.
Cerita terkenal yang acapkali mengilhami pembuatan wayang Beber selain kisah Purwa –yang didominasi oleh pemujaan terhadap Wisnu–, adalah kisah nyata tentang cinta antara Raden Panji Asmarabangun, putra mahkota kerajaan Jenggala dan Galuh Candra Kirana, seorang putri dari Kediri. Candra Kirana diyakini merupakan titisan Dewi Ratih (dewi asmara) dan Asmarabangun adalah inkarnasi dari Dewa Kamajaya (dewa asmara). Dalam kisah ini terdiri dari deretan kisah perjalanan pencarian dan pertemuan pasangan tersebut dalam berbagai penyamaran saat berkelana.Sebut saja kisah Panji Semirang hingga Ande-ande Lumut. Kisah ini menjadi bait puisi sekaligus tembang berjudul “Smaradahana” (Api Cinta). Akhir cerita pasangan tersebut akhirnya menikah dan lahirlah Raja Putra, kemudian Panji Asmorobangun menjadi Raja Jenggala bergelar Sri Kameswara atau Prabu Suryowiseso atau Hino Kertapati (Inu Kertapati).

Pagelaran wayang Beber hingga kini dilakukan hanya pada saat ruwatan, acara ritual menghalau kekuatan buruk dan khusus mendatangkan hal-hal baik semata. Keberadaan 1-2 wayang Beber kuno masih ditemukan di beberapa daerah, antara lain di Wonosari, Yogyakarta dan Museum Mangkunegaran di Solo (Surakarta), Jawa Tengah serta di Donorojo, kawasan Pacitan, Jawa Timur.



Semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit dengan sengkala; Geni murub siniram jalma ( 1433 / 1511 M ), maka wayang beserta gamelannya diboyong ke Demak. Hal ini terjadi karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menggemari seni kerawitan dan pertunjukan wayang.Pada masa itu sementara pengikut agama Islam ada yang beranggapan bahwa gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram karena berbau Hindu. Timbulnya perbedaan pandangan antara sikap menyenangi dan mengharamkan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan kesenian wayang itu sendiri.

Untuk menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan kepada arca, maka timbul gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan wujud gambaran manusia.

Berkat keuletan dan ketrampilan para pengikut Islam yang menggemari kesenian wayang, terutama para Wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari Wayang Purwa dengan bahan kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan miring, ukuran tangan dibuat lebih panjang dari ukuran tangan manusia, sehingga sampai di kaki. Wayang dari kulit kerbau ini diberi warna dasar putih yang dibuat dari campuran bahan perekat dan tepung tulang, sedangkan pakaiannya di cat dengan tinta.

Pada masa itu terjadi perubahan secara besar-besaran di seputar pewayangan. Di samping bentuk wayang baru, diubah pula tehnik pakelirannya, yaitu dengan mempergunakan sarana kelir/layar, mempergunakan pohon pisang sebagai alat untuk menancapkan wayang, mempergunakan blencong sebagai sarana penerangan, mempergunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang. Dan diciptakan pula alat khusus untuk memukul kotak yang disebut cempala. Meskipun demikian dalam pagelaran masih mempergunakan lakon baku dari Serat Ramayana dan Mahabarata, namun di sana-sini sudah mulai dimasukkan unsur dakwah, walaupun masih dalam bentuk serba pasemon atau dalam bentuk lambang-lambang. Adapun wayang Beber yang merupakan sumber, dikeluarkan dari pagelaran istana dan masih tetap dipagelarkan di luar lingkungan istana.

Pada jaman pemerintahan Sultan Syah Alam Akbar III atau Sultan Trenggana, perwujudan wayang kulit semakin semarak. Bentuk-bentuk baku dari wayang mulai diciptakan. Misalnya bentuk mata, diperkenalkan dua macam bentuk liyepan atau gambaran mata yang mirip gabah padi atau mirip orang yang sedang mengantuk. Dan mata telengan yaitu mata wayang yang berbentuk bundar. Penampilan wayang lebih semarak lagi karena diprada dengan cat yang berwarna keemasan.


Pada jaman itu pula Susuhunan Ratu Tunggal dari Giri, berkenan menciptakan wayang jenis lain yaitu wayang Gedog. Bentuk dasar wayang Gedog bersumber dari wayang Purwa. Perbedaannya dapat dilihat bahwa untuk tokoh laki-laki memakai teken. Lakon pokok adalah empat negara bersaudara, yaitu Jenggala, Mamenang / Kediri, Ngurawan dan Singasari. Menurut pendapat Dr. G.A.J. Hazeu, disebutkan bahwa kata “Gedog” berarti kuda. Dengan demikian pengertian dari Wayang Gedog adalah wayang yang menampilkan ceritera-ceritera Kepahlawanan dari “Kudawanengpati”atau yang lebih terkenal dengan sebutan Panji Kudhawanengpati. Pada pagelaran wayang Gedog diiringi dengan gamelan pelog.Sunan Kudus salah seorang Wali di Jawa menetapkan wayang Gedog hanya dipagelarkan di dalam istana.

Berhubung wayang Gedog hanya dipagelarkan di dalam istana, maka Sunan Bonang membuat wayang yang dipersiapkan sebagai tontonan rakyat, yaitu menciptakan wayang Damarwulan. Yang dijadikan lakon pokok adalah ceritera Damarwulan yang berkisar pada peristiwa kemelut kerajaan Majapahit semasa pemerintahan Ratu Ayu Kencana Wungu, akibat pemberontakan Bupati Blambangan yang bernama Minak Jinggo.

Untuk melengkapi jenis wayang yang sudah ada, Sunan Kudus menciptakan wayang Golek dari kayu. Cerita diambil dari kisah seputar Islam. Dengan menggunakan kisah Menak, –sebagai sebutan bagi Amir Hamzah, salah satu paman Nabi Muhammad–. figur-figur yang terkenal dalam wayang golek adalah : Umar Maya, Umar Madi, Lamdahur, dan sebagainya. Pengisahan ini dilakukan khusus di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebuah buku berjudul ‘Serat Menak’ ditulis oleh Kyai Yosodipuro I dari Kraton Surakarta. Selain itu, lakon pakem lainnya tetap diambil dari wayang Purwa (umumnya di Jawa Barat) dan diiringi dengan gamelan slendro, tetapi hanya terdiri dari gong, kenong, ketuk, kendang, kecer dan rebab.
Sunan Kalijaga tidak ketinggalan juga, untuk menyemarakkan perkembangan seni pedalangan pada masa itu dengan menciptakan Topeng yang dibuat dari kayu. Pokok ceriteranya diambil dari pakem wayang Gedog yang akhirnya disebut dengan topeng Panji. Bentuk mata dari topeng tersebut dibuat mirip dengan wayang Purwa.

Pada masa Kerajaan Mataram diperintah oleh Panembahan Senapati atau Sutawijaya, diadakan perbaikan bentuk wayang Purwa dan wayang Gedog. Wayang ditatah halus dan wayang Gedog dilengkapi dengan keris. Di samping itu baik wayang Purwa maupun wayang Gedog diberi bahu dan tangan yang terpisah dan diberi tangkai.




Pada masa pemerintahan Sultan Agung Anyakrawati, wayang Beber yang semula dipergunakan untuk sarana upacara ruwatan diganti dengan wayang Purwa dan ternyata berlaku hingga sekarang. Pada masa itu pula diciptakan beberapa tokoh raksasa yang sebelumnya tidak ada, antara lain Buto Cakil. Wajah mirip raksasa, biasa tampil dalam adegan Perang Kembang atau Perang Bambangan. Perwujudan Buta Cakil ini merupakan sengkalan yang berbunyi: Tangan Jaksa Satataning Jalma ( 1552 J / 1670 M ). Dalam pagelaran wayang Purwa tokoh Buta Cakil merupakan lambang angkara murka. Bentuk penyempurnaan wayang Purwa oleh Sultan Agung tersebut diakhiri dengan pembuatan tokoh raksasa yang disebut Buta Rambut Geni, yaitu merupakan sengkalan yang berbunyi Urubing Wayang Gumulung Tunggal: ( 1553 J / 1671 M ).
Sekitar abad ke 17, Raden Pekik dari Surabaya menciptakan wayang Klithik, yaitu wayang yang dibuat dari kayu pipih, mirip wayang Purwa.Dalam pagelarannya dipergunakan pakem dari ceritera Damarwulan, pelaksanaan pagelaran dilakukan pada siang hari. Topik cerita yang disuguhkan diambil dari kerajaan-kerajaan di Jawa Timur, yakni Jenggala, Kediri dan Majapahit dengan pusat cerita antara lain kisah tentang Raden Panji dan Cindelaras, anak desa penyabung ayam. Damarwulan adalah tokoh heroik dari Majapahit yang berhasil membunuh musuh kerajaan bernama Menakjinggo dari kerajaan Blambangan (kini Banyuwangi), hingga kemudian ia pun diperbolehkan menikahi Ratu Kencana Wungu, meski ia telah beristri Anjasmara, anak sang patih kerajaan (Loh Gender), hingga akhirnya diangkat menjadi raja.

Pada tahun 1731 Sultan Hamangkurat I menciptakan wayang dalam bentuk lain yaitu wayang Wong. Wayang wong adalah wayang yang terdiri dari manusia dengan mempergunakan perangkat atau pakaian yang dibuat mirip dengan pakaian yang ada pada wayang kulit.

Dalam pagelaran mempergunakan pakem yang berpangkal dari Serat Ramayana dan Serat Mahabarata. Perbedaan wayang Wong dengan wayang Topeng adalah ; pada waktu main, pelaku dari wayang Wong aktif berdialog; sedangkan wayang Topeng dialog para pelakunya dilakukan oleh dalang.
Pada jaman pemerintahan Sri Hamangkurat IV; beliau dapat warisan Kitab Serat Pustakaraja Madya dan Serat Witaraja dari Raden Ngabehi Ranggawarsito. Isi buku tersebut menceriterakan riwayat Prabu Aji Pamasa atau Prabu Kusumawicitra yang bertahta di negara Mamenang / Kediri.

Kemudian pindah Kraton di Pengging. Isi kitab ini mengilhami beliau untuk menciptakan wayang baru yang disebut wayang Madya. Ceritera dari Wayang Madya dimulai dari Prabu Parikesit, yaitu tokoh terakhir dari ceritera Mahabarata hingga Kerajaan Jenggala yang dikisahkan dalam ceritera Panji. Bentuk wayang Madya, bagian atas mirip dengan wayang Purwa, sedang bagian bawah mirip bentuk wayang gedog.
Semasa jaman Revolusi fisik antara tahun 1945 – 1949, usaha untuk mengumandangkan tekad pejuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu usaha ialah melalui seni pedalangan. Khusus untuk mempergelarkan ceritera- ceritera perjuangan tersebut, maka diciptakanlah wayang Suluh.

Wayang Suluh berarti wayang Penerangan, karena kata Suluh berarti pula obor sebagai alat yang biasa dipergunakan untuk menerangi tempat yang gelap. Bentuk wayang Suluh, baik potongannya maupun pakaiannya mirip dengan pakaian orang sehari-hari.Bahan dipergunakan untuk membuat wayang Suluh ada yang berasal dari kulit ada pula yang berasal dari kayu pipih. Ada sementara orang berpendapat bahwa wayang suluh pada mulanya lahir di daerah Madiun yang di ciptakan oleh salah seorang pegawai penerangan dan sekaligus sebagai dalangnya. Tidak ada bentukbaku dari wayang Suluh, karena selalu mengikuti perkembangan jaman. Hal ini disebabkan khususnya cara berpakaian masyarakat selalu berubah, terutama para pejabatnya .

Kini, beragam wayang lahir, tumbuh dan terdapat di berbagai daerah diIndonesia antara lain Jawa, Sunda, Bali, Lombok, dan Sumatera. Wayang Kulit terdapat pula di Kedu, Tejokusuman, Ngaben, Surakarta, Banyumas dan Cirebon. Selain wayang Gedog, ada wayang Sadad. Di samping wayang Madya, ada wayang Krucil/ Karucil, juga ada wayang Sasak, wayang Kaper, wayang Wahyu, wayang Intan, wayang Suket (Rumput), wayang Revolusi. Sebagian ragam wayang tersebut masih tersimpan di Museum Mpu Tantular di Surabaya dan Museum Wayang di Jakarta. Koleksi lainnya di museum ini adalah wayang Golek berukuran besar dan mini, serta berbagai jenis topeng. Di samping wayang dari nusantara, di museum ini disertakan pula koleksi dari manca negara meliputi boneka (puppet) dari Kelantan (Malaysia), Suriname, Perancis, Kamboja, India, Pakistan, Vietnam, Inggris, Amerika dan Thailand. [SS Listyowati]
Dikutip dari berbagai sumber dan sebagian besar dari: Sutini. BA/ DITINJAU DARI SEJARAH PERKEMBANGAN SERTA PERANANNYA DALAM MENUNJANG PENDIDIKAN KEPRIBADIAN BANGSA/ Nawasari Warta, Oktober 1994

tulisan1 bln1 SMT4


            Yah ini gw sepulang kuliah gw langsung ngerjain tugas dari kampus,(hehe mumpung masih nyisa rajinnya). Gw emang bukan penulis handal, tapi gw dapet tugas tulisan dari kampus so mau ga mau deh. Kenalin nama gw Crissya Julieta atau sering dipanggil Chika lho?! (katanya sih biar sama kaya temen nyokap dulu waktu dikampusnya). Umur gw 20th dan gw masih jomblo!
            OK to the point aja alright. Gw lahir dari keluarga yg sederhana, anak pertama dari 2 bersaudara. Mungkin karna faktor inilah gw jadi ngerasa kalo gw punya tanggungjawab yg besar di kluarga gw, sampe-sampe ga ada waktu buat mikirin yg namanya pacaran. Ditambah lagi kalo gw liat temen-temen gw yg kebanyakan hasil dari pacaran mereka cuma bisa bawa pengaruh ga baik buat diri mereka sendiri. Skarang ini gw lagi ngelanjutin study gw di salah satu univeritas swasta smester 4 di daerah Bekasi. Slama ini gw ga pernah ngeluh tentang kehidupan yg gw jalanin, i think life like music. Cukup nikmatin tiap-tiap nadanya dan lo akan dapetin apa yg lo mau.
            Dari kecil gw emang hobi banget sama nyanyi. Anywhere, anytime gw slalu nyanyi ataupun ngedengerin yg namanya lagu. Bahkan dulu waktu kecil gw sempet dapet beberapa penghargaan dari lomba nyanyi tersebut. Kalo boleh jujur gw pengen banget jadi singer tapi kenyataannya jadi robot kantor lagi, robot kantor lagi.
            Menurut gw setiap manusia hidup harus punya yg namanya cita-cita, tujuan, visi, misi, whateverlah untuk ngebangkitin semangat hidup mereka. Begitu juga gw, slama ini gw hanya terfokus sama “Gimana caranya ngebahagiain orangtua gw? Make a few changes in my life and my family”. Tapi gw lupa 1 hal, kalo gw juga perlu mikirin yg namanya pasangan hidup. Kalo biasanya gw berfikir tentang just my self and my family mungkin skarang it’s time to open my heart for someone else.
            Gw dibesarin dilingkungan yg bisa dibilang less religion, bisa dimaklumin karna pernikahan nyokap dan bokap bukan dari satu agama yg sama. Bokap gw dibesarin dilingkungan agamanya sendiri, begitu juga nyokap gw. Bisa jadi satu agama karna bokap mau nikahin nyokap. Slama ini gw slalu belajar dari pengalaman orangtua gw dan gw ga mau kalo sampe nanti anak gw juga harus ngerasain hal yg sama kaya gw. Hidup itu harus ada perubahan, don't be a monotonous human yg slalu puas dengan apa yg kita dapetin (bukan berarti gw ngajarin ga bersyukur atas nikmat Tuhan) trus jalanin kehidupan kita yg datar kaya jalanan TOL.
            Gini gini gw juga manusia lho, and not a perfect woman. Ga mau munafik sebenernya gw juga pengen kaya mereka yg udah nemuin soulmate-nya. Oh come’on it’s like a i’m in the perfect life. Bisa menjalin hubungan dengan orang yg bisa mencintai kita karna Tuhan-Nya, tapi susah dizaman skarang ini. Kebanyakan dari mereka just wanna have fun, free sex, famous, utilization, etc. And i don’t wanna it!
            Slama ini gw slalu percaya kalo orang yg baik akan dapetin jodoh yg baik pula, untuk itu seseorang hanya perlu menjadi sosok yg baik maka ia akan mendapatkan apa yg dia inginkan. Because God is not blind, God has always understood what we needed and i believe it. Gw slalu beranggapan bahwa yg paling penting di dunia ini slain Tuhan adalah first : of course my family, second : all that my friends and third : my self. See?! Gw bahkan ga masukin boyfriend dalam daftarnya.
            Sampe akhirnya Tuhan punya caranya sendiri. Berawal dari urutan daftar itulah gw nemuin seseorang benar-benar seperti apa yg gw cari slama ini. Berawal dari sebuah pertemanan, sifatnya yg baik, sopan, care and religious yg benar-benar bisa membentuk key buat ngebuka hati gw. Dia benar-benar ngajarin banyak hal ke gw. Gimana caranya ngejalanin hidup, berprilaku terhadap sesama, pokoknya dia ngajarin smua hal yg gw butuhin.
            Hubungan kita sejauh ini emang masih cuma yg masih cuma sebatas bertemen biasa, baik dia maupun gw masih sama-sama takut ngejalin komitmen yg serius karna takut seperti kebanyakan remaja zaman sekarang and tentu melanggar syari’at agama. Tapi berbeda dengan temen gw yg satu ini, dia udah menemuin kedua orangtua gw (tanpa sepengetahuan gw brayy) dan bilang mau nikahin gw kalo dia udah mapan dan gw udah nyelesain study gw. Rasanya kaya mimpi bisa dapet pasangan hidup kaya dia. Perfect! Udah baik, sopan, pengertian, ramah, sabar, religius, ganteng, cool, setia, jujur,  pokonya wah banget lah.  Dan mulai saat itu gw bisa ngerasain yg namanya jadi wanita yg paling beruntung sedunia.
            Hari terus berganti, bulan demi bulan tlah berlalu, tahun berganti abad (alah kelamaan!). Seperti yg doi janjiin 4 tahun kemudian doi datang dengan sosok yg lebih matang. Doi nemuin ortu gw lagi buat nyampein maksudnya. Ga lama gw kerja trus kita nikah, doi sama skali ga ngelarang gw ini itu, dia percaya penuh ama gw, begitu juga sebaliknya. Ga bakalan juga gw nyalahgunain kepercayaan dia. Dia bisa jadi suami yg baik, imam yg baik, dan gw? gw sayang banget ama dia. Gw juga yakin kalo dia bakal jadi ayah yg baik, kenapa?! Karna skarang gw lagi ngandung si jabang bayi, buah cinta kita (ceileh..) gw berharap kalo anak yg ada dikandungan gw ini bisa jadi lebih baik dari gw. Bisa jadi orang yg tangguh seperti gw dulu and of course must be a religious human..