Senin, 14 Juli 2014

Pengertian Bank Konvensional

Pengertian Bank Konvensional - Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


Martono (2002) menjelaskan prinsip konvensionalyang digunakan bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu :
  • Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu.
  • Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapakan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.

Bank Konvensional  
  • Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
  • Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang 
Pengertian Bank Konvensional

  • Sistem bunga: 
    • Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihakBank 
    • Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank 
    • Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik 
    • Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam 
    • Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam 
    • Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Sistem Perbankan Manurut Islam

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Sejarah

Dunia

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

Indonesia

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip perbankan syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [2]:
  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

Produk perbankan syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

Jasa untuk peminjam dana

  • Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [3]
  • Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan[4]
  • Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [5]
  • Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana

  • Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [6]
  • Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Tantangan Pengelolaan Dana

Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.

Penghimpunan dana

Selain investor asing, penghimpunan dana perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai.
Sampai saat ini, office channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada 29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151 kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.
General Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia.
Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling.
Dana terhimpun juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan produk investasi syariah.
Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional. “Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank syariah, tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank konvensional,” kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu loyal syariah.
Berdasarkan analisis BI, tren meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun 2005 juga sempat membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp 2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan yang tepat justru masalah akan datang.
Perbankan syariah sempat dituding “kurang gaul” dalam lingkungan pembiayaan karena sejumlah nasabah yang dianggap bermasalah pada bank konvensional justru memperoleh pembiayaan dari bank syariah. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia Wahyu Dwi Agung meyakini, dengan sistem informasi biro kredit BI yang memuat data seluruh debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi.
Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah (non-performing financings) pada perbankan syariah tercatat naik dari 2,82 persen pada Desember 2005 menjadi 4,27 persen Maret lalu. Rasio ini dinilai masih terkendali.
Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh terhadap prinsip syariah.

Perkembangan dan Peranan Bank Syariah di Era Modern

Saat ini ekonomi syariah berkembang saat pesat di berbagai belahan dunia bahkan tidak hanya terjadi di Negara yang mayoritas penduduknya islam. Ekonomi syariah mulai dilirik dan dipertimbangkan sejak krisis ekonomi global beberapa tahun lalu melanda hampir seluruh penjuru dunia. Untuk mencegah kebangkrutan suatu Negara maka dicarilah cara untuk mencegahnya. System ekonomi syariah jawabannya,kenapa? Karena menerapkan system yang adil, transparan, aman dan memakmurkan seluruh aspek perbankannya seperti debitur, kreditur, investor dan lain-lain.
Pada prinsipnya bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha yang dinyatakan sesuai syariah. Ekonomi syariah tidak banyak berbeda dengan ekonomi konvensional.  Perbedaan yang paling mendasar adalah konsep yang diberikan oleh kedua sistem ekonomi tersebut. Kalau konsep ekonomi konvensional lebih mengutamakan bunga sebagai keuntungannya, berbeda dengan konsep ekonomi syariah yang lebih mengutamakan sistem bagi hasil.  Ekonomi islam dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakatnya, memberikan keadilan, kebersamaan, kekeluargaan dan transparan untuk setiap pelakunya.
Di Indonesia sendiri, jumlah bank syariah berkembang cukup pesat dan sudah mulai masuk ke pelosok. Berdasarkan data statistic di website official Bank Indonesia, jumlah bank umum syariah, unit usaha syariah, maupun bank pembiayaan rakyat syariah terus meningkat dari tahun ke tahun.  Dalam kurun waktu kurang dari 6 tahun dari tahun 2006 sampai Januari 2012, total bank dan kantor perbankan syariah di Indonesia ada 2.202. Dan diperkirakan akan bertambah dengan pesat sesuai dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat Indonesia.
Dalam bank syariah, sumber dananya sama dengan bank umum, hanya prinsip Syariahnya saja yang berbeda. Karena di bank syariah semua berprinsip syariah.  Simpanan pada Bank Syariah berdasarkan Akad Wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Adapun aktiva produktif (syariah) adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen  dan kontinjensi pada transaksi rekening administrative serta sertifikat wadiah Bank Indonesia. Semua penyaluran dananya sama dengan bank konvensional, namun Bank Syariah menggunakan Prinsip Syariah.
Penyaluran dana perbankan syariah yang terbanyak disalurkan ke unit financing sebesar 84,8% sedangkan untuk penyaluran ke bank lain (inter-bank asset) hanya sebesar 15,2% seperti yang ditunjukkan dalam grafik penyaluran dana bank pembiayaan rakyat Syariah diatas.  Jumlah dana yang disalurkan harus sesuai dengan banyaknya jumlah dana yang terkumpul agar bisa bermanfaat bagi masyarakat.  System bagi hasil antara bank, penyumbang dana dan peminjam juga disesuaikan dengan kesepakatan atau peraturan yang sudah ditetapkan di awal.
Walaupun Rasio Pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan (Non Performing Financing) dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi, tetapi dari tahun 2006 hingga Januari 2012 mengalami penurunan sebesar 2,07%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kinerja bank syariah meningkat dan kredit macet yang menurun menunjukkan sistem
Setelah mengalami perdebatan yang cukup rumit selama beberapa tahun terakhir, ternyata system perbankan syariah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat dan kebal terhadap adanya krisis ekonomi yang bisa saja muncul dalam perekonomian nasional maupun internasional. Hal itu dikarenakan system yang digunakan dalam perbankan syariah itu sendiri mengacu pada keadaan sector riil. Keuntungan yang diperoleh perbankan syariah sangat tergantung pada kondisi sector riil. Ketika jual beli sedang booming (keadan baik) maka saat itu tangan kiri bank akan bekerja dengan menyalurkan dana yang akan menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Begitu juga sebaliknya, sehingga tidak akan terjadi kerugian yang signifikan.
Sumber :
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Perbankan+Syariah/
Perkembangan dan Peran Bank Syariah di Era Modern–Blog Ekonomi Syariah

Bank Dunia dan Sistem Keuangan Nasional

Berawal dari perhatian saya pada isu-isu seputar program nuklir Iran, kemudian tentang sanksi-sanksi yang diberikan terhadap Iran atas program nuklir tersebut, sampai suatu hari saya membaca berita tentang ancaman sanksi yang diberikan Amerika serikat pada negara-negara yang tidak mengurangi impor minyak mereka dari Iran, beritanya bisa di lihat disini vivanews, dalam berita tersebut intinya adalah penolakan China atas sanksi SEPIHAK oleh Amerika serikat pada negara-negara yang tidak mengurangi impor minyak Iran, sanksi tersebut saya kutip sebagai berikut: …AS sudah memberi waktu bagi negara-negara lain agar mengurangi pembelian minyak dari Iran agar tidak terkena sanksi, yang bakal diterapkan mulai 28 Juni 2012. Semua bank atau institusi keuangan asal negara yang masih bertransaksi minyak dengan Iran dalam partai besar “bakal diputus dari jaringan keuangan internasional yang dikelola AS”…. Sanksi tersebut menghujamkan pertanyaan, kenapa banyak negara tunduk hanya karena tidak mau diputus dari jaringan keuangan internasional yang dikelola AS, jaringan keuangan apa ini ? yang bila dialami suatu negara bisa sangat dahsyat dan seolah mematikan bagi negara bersangkutan.
Saya jadi tertarik menyelidiki bagaimana sistem jaringan keuangan ini, meskipun dengan pengetahuan saya yang sangat amat terbatas di bidang ini. Sebagai titik awal pembahasan, saya akan mencoba memaparkan sejarah keuangan dunia.

I. Awal sistem keuangan internasional

Penentuan awal dimulainya sistem moneter internasional memang terdapat perbedaan diantara para penulis.[2] Gost, Gulde da Wolf (2002) mengelompokkan sejarah sistem moneter internasional atas enam periode yaitu: · Periode standar emas (Gold Standard) · Periode dismal (Dismal Period) · Periode standar tukar emas (Gold Exchange Standard) · Periode nasionalisme moneter (Monetary Nasionalism) · myhwhelp Periode sistem Bretton Woods (Bretton Woods Sistem) · Periode Setelah Bretton Woods (Post-Bretton Woods Period) Namun penulis lain (Copeland, 1989) mengelompokkan berbagai periode sistem moneter internasional dalam empat periode, yaitu: · Periode standar emas (Gold Standar) · Periode sistem Bretton Woods (Bretton Woods sistem) · Periode setelah Bretton Woods (Post-Bretton Woods Period) Berikut ini akan dipaparkan periodesasi sistem moneter internasional menurut Copeland. Pendapat Copeland dipilih karena lebih sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. 1. Periode standar standar emas, 1870 – 1914 Muncul pada tahun 1870, dimana pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling dengan emas. Karena perkembangan industri dan perdagangan dunia yang berkembang pada abad 19 serta diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika, maka sistem standar emas dipakai oleh banyak negara hingga Perang Dunia I.[3] Sistem ini sangat penting bagi sebuah negara untuk mempertahankan cadangan emas yang cukup untuk mendukung nilai mata uangnya. Sistem ini juga memiliki efek secara implisit membatasi nilai tukar dimana masing-masing negara dapat memperluas cadangan uangnya. Standar emas berfungsi cukup baik sampai meletusnya perang dunia I mengiterupsi aliran perdagangan dan pergerakan emas secara bebas. Ini menyebabkan negara-negaradagang utama menghentikan operasi standar emas. 2. Periode sistem Bretton Woods, 1944 – 1973 Pertemuan Bretton Woods yang dihadiri oleh Wakil-wakil dari 44 negara dan diselenggarakan pada tahun 1944 di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, berhasil disepakatinya pembentukan tiga buah lembaga ekonomi internasional seperti Bank Dunia yang pada dasarnya diciptakan dengan tugas utama menggiatkan serta mempengaruhi arah aliran modal antar negara. Perjanjian ekonomi ini dilakukan setelah Perang Dunia ke-2. Pada masa itu, akibat perang, negara2 di Eropa mengalami kebangkrutan/defisit finansial akibat pembiayaan perang. Sebaliknya Amerika Serikat (AS) memiliki cadangan emas yang luar biasa melimpah. Senilai $25 Milyar. Karena kekayaan melimpah tersebut, AS dgn leluasa membuat perjanjian Bretton Wood yang menciptakan suatu system pertukaran mata uang tetap yang disebut dengan “Fixed Exchange Rate System“, yang mempunyai beberapa persamaan dengan standar emas, dimana memuat ketentuan : 1. Tiap negara menetapkan nilai tukarnya terhadap mata uang USD; 2. Amerika menetapkan nilai USD terhadap emas (USD 35/ounce); 3. Amerika akan menjual emas dengan harga tetap kepada pemegang resmi dari mata uang USD; 4. Perubahan nilai tukar mata uang terhadap USD tidak boleh melebihi 1%, bila terpaksa bisa sampai max 10%. pada intinya adalah mengkaitkan nilai dolar senilai $1=1/35 ons emas, serta menjadikan dollar sebagai mata uang kunci di dunia sehingga semua negara wajib menggunakan dollar atau emas sebagai devisa. Sebagai tambahan, dalam masa ini, rakyat AS DILARANG mengklaim/menukar dolar-nya dengan emas. Emas dari klaim dollar hanya boleh beredar antara bank central dan pemerintah negara. Emas kini menjadi uang antar pemerintahan. Sejak saat itu negara – negara di dunia serta Amerika mulai tumbuh dengan pesat dan dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan lembaga moneter internasional & Bank Dunia yang kita kenal saat ini dengan IMF (International Monetary Fund) dan Word Bank, untuk mengawasi system tersebut meliputi antara lain masalah penetapan kurs devisa, pemeliharaan kurs devisa, membantu negara-negara anggota dalam menghadapi kesulitan neraca pembayaran, dan sebagainya. 3. Periode Setelah Bretton Woods, 1973 – saat ini Pada periode tahun 1960-an, karena kebijakan Amerika yang inflatif salah satunya dikarenakan keterlibatan mereka dalam perang vietnam, mengakibatkan Amerika mulai mencetak dollar melebihi jumlah cadangan emasnya. Selama beberapa waktu, sehingga terjadi defisit neraca pembayaran. Efek inflasi yang dihasilkannya membuat beberapa negara Eropa khawatir apakah AS dapat membayar emas-nya. Dimulai oleh Perancis yang mulai mengklaim emas atas cadangan dollar yang dimilikinya, sehingga memaksa Amerika melepaskan cadangan emasnya sebesar USD 18 billion, negara2 lain pun mulai ikut mengklaim emas mereka. Pada periode tahun 1970-an, amerika kembali harus melepaskan cadangan emasnya sebesar USD 11 billion. Buruknya perekonomian Amerika pada waktu itu menyebabkan masyarakat dunia kurang percaya terhadap USD. Dan di negara yang memiliki mata uang yang kuat karena memiliki cadangan emas yang cukup seperti Swiss dan Jerman, mereka menukarkan USD-nya dengan mata uang mereka yaitu CHF dan MDK. Hal ini menyebabkan hutang jangka pendek yang hampir jatuh tempo di Amerika mencapai hampir dua kali cadangan emasnya. Selama beberapa tahun, kejadian ini membuat stok emas AS menipis hingga tersisa sekitar $9Milyar. Dengan cadangan yang berkurang jauh tersebut, AS khawatir mereka tidak dapat lagi memenuhi janjinya untuk membayar 1 ons emas dengan harga $35, karena banyaknya jumlah dollar yang beredar. Apalagi negara2 lain terus mengklaim emas mereka. Untuk mencegah jangan sampai seluruh cadangan emas moneternya meninggalkan perekonomiannya, maka pada tanggal 15 Agustus 1971 pemerintah Amerika serikat (Pemerintahan Presiden Nixon) MENCABUT konvertibilitas mata uang US $ nya terhadap emas, yang selanjutnya diikuti dengan kebijakan pengurangan bantuan luar negeri sebesar 10%, pengenaan “surcharge” terhadap barang-barang impor dan kebijakan pengembangan kurs dollar dinyatakan dalam mata uang negara lain. Dengan adanya tindakan yang dilakukan oleh amerika serikat tersebut, maka pada bulan Desember 1971 diadakan pertemuan “Smithsonian Agreement”. Kesepakatan-kesepakatan yang diambil salah satunya adalah US $ didevaluasi, dari semula satu ons emas = US $35 menjadi US $38. Sekalipun ada “Smithsonian Agreement”, Amerika serikat tetap pada sikapnya, yaitu tidak mau mengkonvertibelkan US $ nya terhadap emas. Pada tanggal 12 Februari 1973 Amerika serikat kembali men devaluasikan mata uangnya, yaitu US $42,22 per ons emas. Dengan membiarkan mata uangnya tetap mengambang terhadap mata uang-mata uang lain dan mata uang US $ tetap diperlakukan tidak kovertibel terhadap emas hingga sekarang.

II. Sistem keuangan internasional saat ini

Saat ini organisasi Bank Dunia memiliki anggota sebanyak 184 anggota. Semua anggota organisasi keuangan Bank Dunia itu merupakan pemegang saham di Bank Dunia. Jika suatu negara ingin menjadi anggota Bank Dunia, negara tersebut haraus bergabung dulu dengan organisasi keuangan internasional Dana Moneter Internasional atau International Monetery Fund (IMF). Ukuran besaran saham yang dipegang suatu Negara sama dengan saham yang ada di IMF. Besaran saham yang ada di Bank Dunia dan IMF bergantung pada ukuran atau kemajuan ekonomi suatu negara anggota Bank Dunia. Jika menjadi anggota organisasi keuangan Bank Dunia, semua anggota Bank Dunia mempunyai kewajiban untuk membayar iuran wajib. Iuaran wajib sebuah negara pada Bank Dunia ini setara dengan 88,29% dari jatah suatu negara yang dibayarkan pada organisasi Dana Moneter Internasional atau IMF. Selain biaya wajib yang dibayarkan anggota pada Bank Dunia, anggota Bank Dunia pun wajib untuk membeli saham Bank Dunia, minimal 6 % saham Bank Bunia. Pembelian saham Bank Dunia ini harus dibayar dalam bentuk Dollar dan mata uang nagera pembeli saham Bank Dunia. Hitungannya, 0, 60 % pembelian saham Bank Dunia dibayar dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat dan 5, 40 % dibayar dengan mata uang lokal negara tersebut. Organisasi keuangan internasional Bank Dunia ini dipimpin oleh seorang presiden. Presiden Bank Dunia ini berasal dari negara yang memiliki saham terbesar di Bank Dunia, yaitu Amerika Serikat. Presiden Bank Dunia ini memiliki wakil-wakil yang tergabung dalam dewan gubernur Bank Dunia. Ada 5 negara yang memiliki sahan terbesar di Bank Dunia, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, dan Jepang. Mengenai dana operasional, organisasi keuangan internasional Bank Dunia memperoleh dana dari negara-negara dengan nilai ekonomi yang tinggi dan dari penerbitan obligasi di pasar modal dunia.

III. Kesimpulan

Dengan demikian kita telah tahu bagaimana Bank dunia dan IMF terbentuk dan bagaimana tujuan organisasi itu telah melenceng dari kesepakatan awal, yang semula digunakan sebagai sarana pemulihan ekonomi menjadi kekuatan yang sepertinya sengaja didesign untuk mengontrol sistem moneter dunia antara lain dengan pemberian hutang, menjadikan US Dollar sebagai mata uang dunia (karena memang US dollar lah yang disepakati sebagai satuan pengukur nilai emas - awalnya) dan lain sebagainya. Dengan jaringan internasional seperti tersebut diatas maka negara mana saja yang di putus dari jaringan keuangan internasional tidak mempunyai tumpuan modal untuk keluar dari kemiskinan atau kegiatan perdagangan internasional tidak bisa dilakukan yang otomatis akan menghentikan import dan ekspor negara bersangkutan, tidak hanya itu, nilai mata uang yang sejatinya mengacu pada dollar akan diputus sehingga mata uang negara bersangkutan tidak berlaku atas dollar, yang akan mengakibatkan nilai tukar dalam negeri ikut jatuh dengan nilai tukar yang tak bisa dibayangkan.

IV. Perlu diingat dan dicari

Apa yang saya sampaikan diatas JANGAN DIPERCAYA kecuali anda sudah mencarinya dan mendapati semua penjelasan diatas adalah BENAR. Perlu juga pembaca cari, keterkaitan antara terbentuknya Bank dunia dengan Federal Reserve atau Bank central Amerika yang merupakan organisasi keuangan yang ternyata BUKAN milik pemerintah Amerika, Federal Reserve adalah perusahaan swasta milik bangsawan kaya inggris Kelurga Rothschild. Hal ini perlu untuk menggali dan menganalisa dasar atau alasan dibalik pembentukan organisasi Bank Dunia dan IMF.

V. Sumber

Dari berbagai sumber

Fungsi dan Peranan Bank pada perekonomian Nasional

PENDAHULUAN
Bank mempunyai fungsi dan peranan penting dalam perekonomian nasional. jika di lihat dari kondisi masyarakat sekarang, jarang sekali orang yang tidak mengenal dan tidak berhubungan dengan Bank. Hampir semua orang berkaitan dengan lembaga keuangan. Pada mulanya kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang, sehingga dalam sejarah perbankan arti bank di kenal sebagai meja tempat menukarkan uang, dimana kegiatan penukaran uang tersebut sekarang dikenal dengan pedangang valuta asing (money changer). Dalam perkembangan selanjutnya kegiatan perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang, yang kini di kenal dengan kegiatan simpanan (tabungan). Kegiatan perbankan bertambah lagi sebagai tempat peminjaman uang. Kegiatan perbankan terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat, dimana bank tidak lagi sekedar sebagai tempat menukar uang atau tempat menyimpan dan meminjam uang. Hingga akhirnya keberadaan bank sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat, hingga tingkat negara, dan bahkan sampai tingkat internasional.
LANDASAN TEORI
Mengenai fungsi perbankan Indonesia, secara umum diatur dalam Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu: sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Adapun fungsi perbankan Indonesia secara luas adalah:
1.    Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat atau penerima kredit.
2.     Bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat atau sebagai lembaga pemberi kredit.
3.     Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran.
PEMBAHASAN
Fungsi Bank
1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak kredit yang bermasalah atau macet.
2. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap.
3. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
Adapun secara spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of develovment dan agen of services.
1. Penyalur/pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha. Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti
1. Agent Of Trust
Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankkan adalah kepercayaan ( trust ), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank dan  kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut.
2. Agent Of Development
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
3. Agent Of Services
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
Peran Bank
Dalam menjalankan kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam sistem keuangan, yaitu :
1. Pengalihan Aset (asset transmutation)
Yaitu pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender) kepada unit defisit (borrower).
2. Transaksi (transaction)
Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, depsito, saham dan sebagainya)merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
3. Likuiditas (liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.
4. Efisiensi (efficiency)
Peranan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi.
KESIMPULAN
Bank mempunyai fungsi dan peranan penting dalam perekonomian nasional. Karena semua orang menggunakan jasa perbankan dari mulai menjalankan bisnis, transaksi dan menabung.
DAFTAR PUSTAKA
- http://pumkienz.multiply.com/reviews/item/2?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem
- http://aziz27.wordpress.com/2009/06/22/pemasalahan-fungsi-dan-peran-bank/
- http://boele21.wordpress.com/2011/03/22/fungsi-dan-peranan-bank-secara-umum/
-Fungsi dan Peranan Bank bagi perekonomian nasional | danzoo46

Perbedaan Utama Bank Konvensional dengan Bank Syariah

Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha bank. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Di dalam perkembangan sektor perbankan dewasa ini, sebagian besar masyarakat masih begitu awam dalam pemahaman mereka mengenai definisi Bank Konvensional dan Bank Syariah. Perbedaan yang mendasar antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah antara lain terdapat pada:

1. Perbedaan Falsafah

Perbedaan pokok antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank Syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya, sedangkan Bank Kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan mendalam dengan produk-produk yang dikembangkan oleh Bank Syariah, di mana untuk menghindari sistem bunga, maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk “bagi hasil”. Dengan demikian, sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu Bank Syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Secara sederhana, riba berarti sistem bunga-berbunga atau compound interestyang dalam prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju. Sangat menguntungkan nasabah tetapi berakibat fatal untuk bank. Riba sangat berpotensi mengakibatkan keuntungan besar di satu pihak sekaligus kerugian besar di pihak lain, atau bahkan keduanya.
Pada Bank Konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham di antaranya adalah memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Di lain pihak, kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian di dalam ketiga kepentingan tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini, bank konvensional hanya berfungsi sebagai lembaga perantara. Tidak ada ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.

2. Sistem Bunga

Pada Bank Konvensional, penentuan suku bunga dilakukan pada waktu akad dengan pedoman harus selalu menguntungkan pihak bank. Besarnya persentase didasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik. Di sisi lain, eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam. Karenanya Bank Syariah tidak menganut sistem ini.

3. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah

Dalam sistem Bank Syariah, dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada Bank Konvensional di mana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkan, Bank Syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangatlikuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama, bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, mengingat konsep investasi yang merupakan usaha yang menanggung risiko, setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, di dalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian. Oleh karena itu, antara nasabah dan bank sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan Bank Syariah. Semakin besar keuntungan Bank Syariah, semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan Bank Konvensional, keuntungan bank tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapa pun jumlah keuntungan Bank Konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah sekian persen dari dana yang disimpannya.
Beberapa penjelasan di atas mungkin bisa bermanfaat bagi Anda dalam hal menentukan jenisb yang akan Anda pilih, bagaimana dan seperti apa karakteristik yang Anda butuhkan, terutama dalam menentukan masa depan finansial Anda dan keluarga nantinya.

Sistem Informasi perbankan

ISTEM INFORMASI PELAPORAN BANK KEPADA BANK INDONESIA

:: Sistem Informasi Manajemen – Sektor Perbankan Bank Indonesia (SIM-SPBI)
SIMSPBI merupakan sistem informasi terpadu untuk mendukung tugas pengawasan, pemeriksaan dan pengaturan perbankan BI.
Tujuan dari penerapan SIM-SPBI adalah :
  • Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan pemeriksaan bank;
  • Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan bank.
  • Mengoptimalkan Pengawas dan Pemeriksa Bank dalam menganalisa kondisi bank sehingga dapat meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank;
  • Memudahkan audit trail oleh pihak yang berkepentingan;
  • Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi
SIM-SPBI terdiri dari 3 subsistem yakni :
  1. Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS), merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi tugas-tugas pengawasan, pemeriksaan dan penelitian bank umum. Melalui SIMWAS, pengawas bank akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisa dan memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan bank (termasuk Tingkat Kesehatan Bank dan profil risiko) secara cepat. Modul-modul yang tersedia antara lain modul Data Pokok Bank dan modul Fit and Proper Test (FPT).
  2. Sistem Informasi Bank dalam Investigasi (SIBADI), merupakan sistem informasi untuk meningkatkan tertib administrasi dan kemudahan pemantauan tugas dalam rangka investigasi tindak pidana di bidang perbankan. Melalui SIBADI, dapat dilakukan pemantauan terhadap perkembangan investigasi atas dugaan tindak pidana yang diakukan oleh suatu bank sejak laporan penyimpangan diterima, jadwal investigasi, langkah-langkah yang telah dilakukan sampai dengan hasil akhir investigasi dimaksud.
  3. Data Mart Data Pokok Bank, yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan, operasional dan strategi pengawasan yang diterapkan pada suatu bank sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan informasi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank.
:: Sistem Informasi Debitur (SID)
SID adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai debitur baik perorangan maupun badan usaha, yang diolah berdasarkan laporan penyediaan dana yang diterima Bank Indonesia dari Pelapor. SID dikembangkan dengan tujuan untuk membantu :
  1. Bagi pemberi kredit, antara lain :
    • Membantu dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit
    • Mengurangi ketergantungan pemberi kredit kepada agunan konvensional.Pemberi kredit dapat menilai reputasi kredit calon debitur sebagai pengganti/pelengkap agunan.
  2. Bagi penerima kredit, antara lain :
    • Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan kredit
    • Nasabah baru,khususnya yang tergolong sebagai UMKM,a kan mendapat akses yang lebih luas kepada pemberi kredit dengan mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus tergantung pada kemampuan untuk menyediakan agunan.
:: Sistem Informasi Manajemn Pengawasan BPR (SIMWAS BPR)
SIMWAS-BPR merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem pengawasan BPR. Melalui SIMWAS, pengawas BPR akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisis terhadap kondisi BPR, mempercepat diperolehnya informasi kondisi keuangan BPR (termasuk Tingkat Kesehatan BPR), meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi perbankan. Modul-modul yang tersedia dalam aplikasi SIMWAS BPR antara lain modul perizinan pendirian BPR, data pokok BPR, Tingkat Kesehatan BPR, status BPR, cabut izin usaha dan likuidasi BPR.

Tujuan Pengawasan Bank

TUJUAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
  1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana
  2. Pelaksana kebijakan moneter;
  3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
  1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
  2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
  3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
:: Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
  1. Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
  2. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
  3. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
  4. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.
  5. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

Sistem Pengawasan Bank pada BANK INDONESIA

SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA

Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
  1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
    Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.
  2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)
    Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai berikut :
 
Jenis-Jenis Risiko Bank :
  • Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
  • Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
  • Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
  • Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
  • Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
  • Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
  • Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
  • Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.