Sebenarnya saya ga pintar mengarang.. Eheheh kcuali ada yg namanya the power of kepepet, ahahah.. Disini saya akan sedikit menceritakan sedikit tentang perjalanan hidup saya selama saya menuntut ilmu di kota orang. Dimana selain saya menekan diri saya untuk melakukan perubahan banyak hal yg terjadi selama menjalani UTS kali ini..
Perkenalkan, nama saya chika. Begitu orang" memanggil saya. Saya kuliah di Universitas ini sebenarnya.bukan kemauan saya, tapi berdasarkan keinginan keluarga dan saudara-saudara saya, terutama kakak dari ibu saya yg biasa saya panggil dengan Pakde. Ya saya memang mempunyai darah keturunan cina dan jawa. Pakde saya ini memang baik, beserta istrinya yg saya panggil dengan Bude bersedia menampung saya selama saya masih menuntut ilmu di Perguruan Tinggi tersebut. Awal mulanya saya tinggal disini smua terasa sempurna, dengan orang" yg baik", ramah".. Tapi memasuki semester 3 sifat asli mereka mulai terlihat satu persatu.. Terutama anak-anaknya. Pakde dan Bude mempunyai 2 anak, 1 anak kandung dan 1 anak asuh.. Sebut saja M Dan F. M adalah seorang anak manja yg slalu hidup berfoya-foya, seorang shoppaholic, dia slalu membeli barang-barang apa saja yg tidak.dibutuhkan hanya untuk memenuhi gengsi semata sedangkan F dia bisa.menghabiskan sisa hidupnya untuk bermain games dan memiliki sifat sombong, angkuh, merasa paling hebat dan slalu merendahkan orang lain atau mungkin dia punya sifat yg memang senang membuat orang-orang membencinya.. Terkadang mereka lupa kalau saya bukan sebuah alat/robotik yg bisa mereka anggap seperti pembantu dan tidak ada waktu untuk beristirahat. Terkadang mereka juga lupa kalau saya manusia yg punya hati dan fikiran. Selama saya tinggal disana saya yg mengurus hewan peliharaannya, kucing (memang saya sendiri suka kucing) tapi ini terlalu berlebihan menurut saya..
Setiap pagi saya harus bangun jam 4 pagi, shalat shubuh lalu membersihkan semua peralatan kucing dan selesai sekitar jam 7 pagi. Jika ada jadwal biasanya.saya langsung bersiap-siap untuk berangkat ke kampus, dan jika libur saya membantu pembantu mengerjakan tugasnya. Pada siang hari harus membersihkan debu-debu dirumah itu, benar-benar seperti cerita upik abu memang.
Sudah 1 tahun lebih saya menjalani kehidupan seperti ini, seperti robot yg sudah tersetting pengaturannya.. Saya ikhlas menjalankan semua ini hingga suatu saat semua orang pergi untuk menjemput pembantu yg baru, hanya ada aku dan F dirumah, seperti biasa saya harus menemani dia bermain di bangku. Sampai keesokan harinya saya tidak sengaja mendengar pembicaraan Bude dan M di dapur. Tak sengaja juga kudengar F mengadu kalau kemarin saya duduk dibangku dengan mengangkat kaki, lalu bersantai-santai sambil menonton tv. Saya tau itu fitnah, tapi hanya saya yg tau, saat itu juga entah kenapa jantung saya berdegup sangat kencang. Ditambah lagi M berkata bahwa saya adalah orang yg tidak tau berterimah kasih dan tidak bersyukur sudah diberi makan dan tempat tinggal yg gratis.
Saya memang tidak menceritakan kejadian ini sama kedua orang tua saya, hingga jam menunjukkan pukul 10, saya naik kelantai 3 untuk mencuci pakaian saya dan ternyata sudah di cuci oleh pembantu yg baru tersebut sebut saja D. Ketika D dipanggil Bude entah tau darimana tiba-tiba D dimarahi sama Bude karna mengira bahwa saya telah menyuruh D untuk.mencuci semua baju-baju kotor saya, tapi skali lagi hanya saya saja yg tau kalau saya tidak pernah melakukan hal seperti itu. Benar-benar sakit rasanya, apa salah saya hingga tiba-tiba mereka mengeluarkan tanduk mereka dan bersifat sseperti itu pada saya..
Akhirnya saya putuskan untuk meninggalkan rumah itu, saya pamit dengan orang rumah itu untuk meminta izin tinggal bersama teman saya di kost-kostan dekat kampus saya, tapu mereka tak mengizinkan, entah apa alasannya.. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun juga t'lah berganti lambat laun mereka akhirnya menyadari kesalahan mereka sendiri. Sampai akhirnya Bude dan Pakde bisa menerima saya seperti anak mereka sendiri dan ini yg membuat M semakin geram dengan saya.. M beserta K (keponakan Bude saya, saya keponakan Pakde saya) slalu mencari cara agar saya tidak betah tinggal dirumah ini.. Namun sekarang K sudah pergi dari rumah ini karna mungkin dia jengah sendiri menganggu saya tapi saya tetap diam, sedangkan Bude selalu membela saya. Tinggal M anak kandung Bude dan Pakde belum jengah dengan saya, entah sampai kapan dia mau melakukan itu tapi yg jelas saya sudah tidak perduli dengan mereka. Saya hanya perduli dengan orang-orang yg perduli dengan saya. Ini pengalaman hidup saya dan ini belum berakhir, masih banyak cerita dihari esok yg akan saya ceritakan lagi nantinya..
|
Selasa, 11 Juni 2013
tulisan 6 Mengarang
tulisan 5 FeMasy
-Adat Istiadat Suku Jawa-
Suku Jawa merupakan salah satu suku
terbesar yang berdiam di negara Indonesia. Sebagai buktinya, kemana pun Anda
melangkah kan kaki ke bagian pelosok penjuru negeri ini, Anda pasti akan
menemukan suku-suku Jawa yang mendiami kawasan tersebut meskipun terkadang
jumlahnya minorotas,dengan kata lain di mana ada kehidupan di seluruh Indonesia
Orang Jawa selalu ada.
Suku Jawa hidup dalam lingkungan adat
istiadat yang sangat kental. Adat istiadat Suku Jawa masih sering digunakan
dalam berbagai kegiatan masyarakat. Mulai masa-masa kehamilan hingga kematian.
Di dalam hal ini di manapun Suku Jawa berada akan selalu dilaksanakan dan di
jadkan Ugeman atau Pathokan dalam kehidupannya.
Banyak yang bisa di gali dari literatur literatur yang sdh ada bahwa suku jawa punya banyak keaneka ragaman ciri khas dan budaya beserta tradisi tradisinya
Dan bila kita seumpama sebagai suku lain yang ada di Indonesia akan sangat dengan mudahnya berinteraksi dengan suku jawa di karenakan suku ini mempunyai sifat dan karakter yang sangat santun dalam bermasyarakat dengan di terimanya suku Jawa sebagai bagian dari anggota masyarakat oleh suku lain di seluruh Indonesia.
Sifat dan Karakter Orang Jawa.
Suku jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan alias tidak suka langsung-langsung, menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak berbicara. Dalam keseharian sifat Andap Asor terhadap yang lebih tua akan lebih di utamakan, Bahasa Jawa adalah bahasa berstrata, memiliki berbagai tingkatan yang disesuaikan dengan objek yang diajak bicara.
Suku Jawa umumnya mereka lebih suka
menyembunyikan perasaan. Menampik tawaran dengan halus demi sebuah etika dan
sopan santun sikap yang dijaga. Misalnya saat bertamu dan disuguhi hidangan.
Karakter khas seorang yang bersuku Jawa adalah menunggu dipersilahkan untuk
mencicipi, bahkan terkadang sikap sungkan mampu melawan kehendak atau keinginan
hati.
Suku Jawa memang sangat menjunjung tinggi
etika. Baik secara sikap maupun berbicara. Untuk berbicara, seorang yang lebih
muda hendaknya menggunakan bahasa Jawa halus yang terkesan lebih sopan.
Berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk
rekan sebaya maupun yang usianya di bawah. Demikian juga dengan sikap, orang
yang lebih muda hendaknya betul-betul mampu menjaga sikap etika yang baik
terhadap orang yang usianya lebih tua dari dirinya, dalam bahasa jawa Ngajeni.
Ciri khas Narimo ing pandum adalah salah satu konsep hidup yang dianut oleh
Orang Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba pasrah dengan segala
keputusan yang ditentukan oleh Tuhan. Orang Jawa memang menyakini bahwa
kehidupan ini ada yang mengatur dan tidak dapat ditentang begitu saja.
Setiap hal yang terjadi dalam kehidupan ini adalah sesuai dengan kehendak sang pengatur hidup. Kita tidak dapat mengelak, apalagi melawan semua itu. Inilah yang dikatakan sebagai nasib kehidupan. Dan, nasib kehidupan adalah rahasia Tuhan, kita sebagai makhluk hidup tidak dapat mengelak. Orang Jawa memahami betul kondisi tersebut sehingga mereka yakin bahwa Tuhan telah mengatur segalanya.
Pola kehidupan orang jawa memang unik.
Jika kita mencoba untuk menelusuri pola hidup orang jawa, maka ada banyak nilai
positif yang kita dapatkan. Bagi orang jawa, Tuhan telah mengatur jatah
penghidupan bagi semua makhluk hidupnya, termasuk manusia. Setiap hari kita
melihat banyak orang yang keluar rumah, seperti juga, banyak burung yang keluar
sarang untuk mencari penghidupan. Pagi mereka keluar rumah dan sore pulang
dengan kondisi yang lebih baik.
Urip Ora Ngoyo
Konsep hidup nerimo ing pandum ( ora ngoyo
) selanjutnya mengisyaratkan bahwa orang Jawa hidup tidak terlalu berambisi.
Jalani saja segala yang harus di jalani. Tidak perlu terlalu ambisi untuk
melakukan sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat di lakukan. Orang Jawa tidak
menyarankan hal tersebut.
Hidup sudah mengalir sesuai dengan
koridornya. Kita boleh saja mempercepat laju aliran tersebut, tetapi laju
tersebut jangan terlalu drastis. Perubahan tersebut hanya sebuah improvisasi
kita atas kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Orang Jawa mengatakan
dengan istilah jangan ngoyo. Biarkan hidup membawamu sesuai dengan alirannya.
Jangan membawa hidup dengan tenagamu!
Bagi orang jawa hidup dan kehidupan itu sama dengan kendaraan. Dia akan membawa kita pada tujuan yang pasti. Orang jawa memposisikan diri sebagai penumpang. Kendaraan atau hiduplah yang membawa mereka menuju kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak membawa kendaraan tersebut, melainkan dibawa oleh kendaraan.
Seperti air di dalam saluran sungai, jika
mereka mengalir biasa, maka kondisinya aman dan nyaman. Tetapi ketika alirannya
dipaksa untuk besar, maka aliran sungai tersebut tidak aman lagi bagi
kehidupan. Orang Jawa memahami hal tersebut sehingga menerapkan konsep hidup
jangan ngoyo. Ngoyo artinya memaksakan diri untuk melakukan sesuatu.
Jika kita memaksakan diri untuk melakukan sesuatu, maka kemungkinan besar kita akan mengalami sesuatu yang kurang baik, misalnya kita akan sakit. Rasa sakit terjadi karena ada pemaksaan terhadap kemampuan sesungguhnya yang kita miliki.
Jika kita memaksakan diri untuk melakukan sesuatu, maka kemungkinan besar kita akan mengalami sesuatu yang kurang baik, misalnya kita akan sakit. Rasa sakit terjadi karena ada pemaksaan terhadap kemampuan sesungguhnya yang kita miliki.
Ciri khas lain yang tak bisa di tinggalkan
adalah sifat Gotong royong atau saling membantu sesama orang di lingkungan
hidupnya apalagi lebih kentara sifat itu bila kita bertandang ke pelosok
pelosok daerah suku Jawa di mana sikap gotong royong akan selalu terlihat di
dalam setiap sendi kehidupannya baik itu suasana suka maupun duka.
Pola kehidupan orang jawa memang telah
tertata sejak nenek moyang. Berbagai nilai luhur kehidupan adalah warisan nenek
moyang yang adi luhung. Dan, semua itu dapat kita ketahui wujud nyatanya.
Bagaimana eksistensi orang jawa terjaga begitu kuat sehingga sampai detik ini
pola-pola tersebut tetap diterapkan dalam kehidupan.
Pola hidup kerjasama ini dapat kita ketemukan pada kerja gotongroyong yang banyak diterapkan dalam masyarakat Jawa. Orang Jawa sangat memegang teguh pepatah yang mengatakan: ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Ini merupakan konsep dasar hidup bersama yang penuh kesadaran dan tanggungjawab.
Pola hidup kerjasama ini dapat kita ketemukan pada kerja gotongroyong yang banyak diterapkan dalam masyarakat Jawa. Orang Jawa sangat memegang teguh pepatah yang mengatakan: ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Ini merupakan konsep dasar hidup bersama yang penuh kesadaran dan tanggungjawab.
Kita harus mengakui bahwa kehidupan orang
jawa memang begitu spesifik. Dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia,
bahkan yang ada di dunia, orang Jawa mempunyai pola hidup yang berbeda.
Kebiasaan hidup secara berkelompok menyebabkan rasa diri mereka sedemikian
dekat satu dengan lainnya, sehingga saling menolong merupakan sebuah kebutuhan.
Mereka selalu memberikan pertolongan
kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan. Bahkan dengan segala cara
mereka ikut membantu seseorang keluar dari permasalahan, apalagi jika sesaudara
atau sudah menjadi teman.
Ngajeni Pada Orang Yang Lebih Tua
Dan, yang tidak dapat kita abaikan adalah sikap hidup orang Jawa yang menejunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dalam interaksi antar personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga segala kata dan perbuatan untuk tidak menyakiti hati orang lain.
Mereka begitu menghargai persahabatan sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu yang sangat penting. Mereka tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau terseinggung oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan sebab bagi orang Jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono artinya, harga diri seseorang dari lidahnya (omongannya), harga badan dari pakaian.
Pada suatu ketika Sunan Kalijaga
mengusulkan agar adat istiadat orang Jawa Selamatan, bersaji dan lain-lain
tidak langsung di tentang, sebab orang Jawa akan lari menjauhi ulama jika
ditentang secara keras.Adat istiadat itu diusulkan agar diberi warna unsur
Islami.
Sunan Ampel bertanya atas usulan Sunan
Kalijaga itu
" Apakah adat-istiadat lama itu
nantinya tidak mengkhawatirkan bila dianggap ajaran Islam ? Padahal yang
demikian itu tidak ada dalam ajaran Islam.Apakah hal ini tidak akan menjadi
bid'ah ?"
Pertanyaan Sunan Ampel ini dijawab oleh
Sunan Kudus,
" Saya setuju dengan pendapat Sunan
Kalijaga, sebab ada sebagian ajaran agama Hindhu - Budha yang mirip dengan
ajaran Islam, yaitu orang kaya harus menolong orang fakir miskin.Adapun
mengenai kekhawatiran Kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa di
belakang hari akan ada orang Islam yang akan menyempurnakannya."
Pendukung Sunan Kalijaga ada lima wali,
sedang pendukung Sunan Ampel hanya dua yaitu Sunan Giri dan Sunan Drajat.Maka
usulan Sunan Kalijaga yang diterima.Adat istiadat Jawa yang diwarnai Islami itu
antara lain selamatan mitoni, selamatan mengirim do'a untuk orang mati(biasanya
di sebut tahlilan/yasinan) dan lain-lain yang secara hakikatnya tidak
bertentangan dengan aqidah Islam.
Dalam tradisi orang jawa sering dijumpai
tradiri selamatan, jika di teliti dari kesemuanya merupakan wujud dari suatu
doa.Doa dengan sanepan/perlambang,Doa bil isyaroh.
Doa bil isyaroh artinya berdoa di wujudkan
dalam berbagai perlambang dan tingkah laku dalam kehidupan.Contoh yang nyata
adalah orang bekerja,tentu saja pekerjaan yang baik dalam arti
sebenarnya.Bekerja jika diniati yang benar maka merupakan suatu perwujudan dari
doa dengan perbuatan nyata.
Dalam tradisi Jawa banyak kita jumpai
acara selamatan yang sebenarnya merupakan doa bil isyaroh.misalnya selamatan
mitoni atau tingkeban orang hamil.
Secara umum selamatan mitoni atau ningkebi
orang hamil di laksanakan ketika kehamilan menginjak usia tujuh
bulan.persediaan yang harus ada adalah tumpeng,procot,bubur merah putih atau
disebut bubur sengkolo, sego(nasi) golong, rujak sepet, cengker gading dll.
Semua tersebut juga merupakan doa bil
isaroh atau doa dengan perlambang.Perlambang itu antara lain sebagai berikut :
Tumpeng merupakan nasi yang di bentuk
menyerupai kerucut, membentuk seakan-akan gunung kecil.Ini merupakan lambang
suatu permohonan keselamatan.Gunung melambangkan kekokohan kekuatan dan
keselamatan.
Procot.terbuat dari ketan yang di bungkus
daun pisang, bulat memanjang.Dinamakan procot dengan harapan kelak lahirnya
bayi procat-procot maksudnya mudah.
Bubur sengkolo.Bubur sengkolo itu
merupakan bubur dengan warna merah dan putih.Merupakan lambang dari bibit
asal-muasal kejadian manusia selepas Adam dan Hawa, yaitu diciptakan ALLAH
melalui perantara darah merah dan darah putih dari ibu bapak kita.Harapan dari
bubur sengkolo adalah mudah-mudahan yang punya hajad itu terlepas dari segala
aral bahaya baik bayi ataupun keluarganya.
Sego atau nasi golong,merupakan sebuah doa
agar rejekinya golong-golong artinya berlimpah ruah.
Rujak memiliki arti saru yen di ajak
artinya tidak patut lagi kalau istri yang hamil tua diajak ajimak/saresmi lagi
demi menjaga si jabang bayi dalam kandungan.
Cengkir maksudnya ngencengne piker artinya
membulatkan tekad untuk kelak menyambut kehadiran sang anak yang merupakan
titipan ALLAH.Bertekad untuk mendidik hingga menjadi anak yang berbudi pekerti
luhur.
Dari kesemua adat istiadat orang Jawa itu
merupakan doa dengan kiasan perlambang atau doa bil isyaroh.karena para leluhur
Jawa dahulu memang penuh kehalusan dalam mengungkapkan isi hati.
Itulah
kenapa para wali pada waktu itu sangat arif dan bijak.Menyentuh mereka
menggunakan hati, sehingga Islam bisa di terima di hati para leluhur dahulu
tanpa adanya unsur paksaan.
Sumber
:
Langganan:
Postingan (Atom)